Pages

Selasa, 27 Januari 2015

rumah kami

setelah cerita soal mobil pertama, kali ini pengen bahas masalah rumah. sampai saat ini, kami udah punya dua rumah. bukan, bukan karena kelebihan uang. tapi emang karena kebutuhan. nah kali ini mau dibahas satu persatu tentang detailnya walaupun inti pembiayaannya sih sama-sama KPR.

rumah #1
rumah ini adalah rumah yang pertama kali kami suami cicil saat masih lajang. dibeli setahun sebelum menikah. rumah ini adalah rumah subsidi. jadi bisa bayangin kan ya bentuk dan harganya. kenapa kami pilih rumah ini? karena rumah ini yang pada saat itu kami mampu untuk bayar. dengan harga rumah yang murah dan subsidi cicilan selama dua tahun, rumah ini adalah rumah ideal untuk pasangan muda seperti kami. walaupun letaknya yang (saat itu) jauh dari pusat kota dan kena hinaan mulu dari temen-temen waktu tahu kami tinggal disana, kami tetap semangat. haha..

oke, jadi rumah ini terletak di komplek perumahan yang kebetulan pengembangnya terpercaya. ada sekitar seribu rumah lebih yang akan dibangun (yang sampai saat ini masih dalam tahap pembangunan). tapi mungkin karena ini hanya side project, jadi ga digarap terlalu serius. sampai kami tinggalkan untuk pindah ke palembang, jalan-jalannya masih ada yang belum di aspal. lampu jalan juga hanya seadanya. untuk proses pembiayaannya, kami memakai sistem KPR dengan satu-satunya bank yang terafiliasi yaitu BTN. untuk syarat-syaratnya mudah. waktu itu hanya diperlukan KTP (suami saja karena hanya dia yang menjadi pengutang), surat keterangan dari kelurahan bahwa suami belum mempunyai tempat tinggal (ini berlaku untuk rumah subsidi), daftar gaji, NPWP, fc rekening 3 bulan terakhir dan karena kita PNS maka SK PNS juga dilampirkan. SK nya sih sebagai syarat saja karena tidak ditahan di bank. kemudian setelah lolos administrasi, suami dipanggil untuk diwawancara oleh pihak bank. sebulan setelahnya akad kredit di depan notaris dan pejabat bank. done. rumah mulai dibangun.

saat itu, kami hanya membayar 8 juta rupiah untuk DP dan biaya BPHTB,dll. sedangkan cicilan rumahnya sendiri, fixed s.d 2 tahun. dan selanjutnya akan mengikuti suku bunga. salahnya kami adalah ketika rumah dibangun, kami tidak pernah memantau. alhasil setelah rumahnya jadi kami baru tahu bahwa luas tanahnya kurang sampai hampir 10 meter lebih. bayangin aja sudah luas tanahnya cuma 72 meter persegi eh kurang pula 10 meter-an. gimana kita ga gondok? akhirnya kami mengajukan komplain secara tertulis ke pihak pengembang. ditunggu, tanya ke developer. katanya tunggu, kami tunggu lagi. sampai 1 tahun lebih ga ada tindak lanjut sama sekali. akhirnya suami pakai cara "kasar". sewaktu suami "main" ke kantor pemasaran untuk tanya-tanya progress komplain kami kebetulan suami lihat kartu nama direktur dari developer tersebut dan disitu tercantum juga bahwa direktur ini adalah ketua dari ikatan ... (aku jg lupa namanya) pokoknya semacam ikatan pengembang rumah bersubs*di atau semacamnya lah (pada saat itu). terus suami catat nomor direkturnya diam-diam. dan setelahnya ditelponlah si bapak direktur ini.

ga sampe satu minggu, kami menerima kunjungan dari manajer, staf tekhnik, staf pemasaran dan entah siapa lagi dalam rangka tindak lanjut komplain yang sudah kami ajukan. mereka meminta maaf dan berjanji akan menangani masalah ini secepat mungkin. mereka cerita bahwa direkturnya marah besar dan mereka pikir kami ini adalah teman dari si direktur (keren ya?). ga butuh waktu sebulan kekurangan tanah itupun akhirnya bisa diselesaikan. yang bikin ga enak sih karena rumah tetangga belakang jadi dihancurkan bangunannya sebesar kekurangan tanah kami. alhamdulillah tetangga belakang mengerti. dan akhirnya kembalilah si tanah 10 meter itu. kebetulan selesainya masalah tanah ini pas sebelum kami harus meninggalkan rumah #1.

menurut temanku yang kebetulan kemarin sempet main ke perumahan ini dalam rangka hunting rumah. situasinya sudah bagus disana. jalanan sudah mulai rapi. fasilitas umum juga mulai tertata. dan perumahan ini termasuk perumahan yang rame dan dicari karena aksesnya yang dekat dengan stasiun komuter.

rumah #2
sewaktu kami masih di jakarta, kami memang merencanakan untuk pindah ke Palembang. awalnya sih belum kepikiran mau beli rumah dulu di palembang (duitnya ga ada kakak..). tapi kami denger dari temennya suami yang kebetulan sudah duluan penempatan disana bahwa harga rumah di palembang sudah gila-gilaan bahkan hampir sama dengan harga rumah di serpong. kagetlah kami karena kami juga punya rencana untuk punya rumah di palembang. jadi waktu ada kesempatan untuk mudik ke palembang, kami tanya-tanya harga rumah dan melongo. rumah type kecil pun harganya sudah 300-400 juta. akhirnya ngobrol dengan mertua. eh, mertua menawarkan tanah di komplek perumahan di perbatasan kota palembang. karena saat itu kami sudah mau pulang ke jakarta lagi, akhirnya kami iyakan saja tanpa sempat melihat lokasinya. urusan selanjutnya soal tanah ini diurus oleh mertua via telpon dan surat doang.

2 tahun setelahnya, sewaktu kami sudah pindah ke palembang baru kami memikirkan cara membangun rumah di atas tanah tersebut. karena pohon duit ga berbunga dan hujan duit ga kunjung turun, mau ga mau ya kami tour bank ke bank. tanya sana sini mengenai pembiayaan KPR untuk rumah yang akan dibangun sendiri. ternyata prosedurnya sedikit berbeda dengan prosedur meminjam KPR untuk rumah yang sudah dibangun oleh developer. syarat administratif sih hampir sama ya. bedanya kami diminta melampirkan juga RAB bangunan, IMB dan asli sertifikat tanah yang langsung ditahan oleh bank saat akad kredit. hiks.. untuk RAB, berarti kami harus sudah punya gambaran berapa luas yang mau dibangun dan materialnya. kalau mau simple sih pake jasa konsultan atau arsitek. tapi mana ada duit. akhirnya berbekal ilmu teknologi bangunan yang kupelajari dua semester, akhirnya aku buatlah RAB rumah. untungnya diterima sama banknya. lumayan irit euy. selain itu, kami juga diminta untuk urus IMB rumah. nah masalah ini kami serahkan dengan ayah mertua. setelah dilakukan survey dan penilaian oleh pihak bank, akhirnya tembus deh pengajuan kreditnya.

sebelum ada pencairan, kami harus membayar biaya administratif, notaris,asuransi, penilaian, dll. totalnya waktu itu sekitar 12 jutaan. lumayan yak. setelah itu, malemnya langsung cair deh uangnya untuk tahap pertama. pencairannya ada empat tahap. untuk setiap tahap pencairan, nanti pihak bank datang untuk menilai apakah bangunan kita sudah sampai di tahap berikutnya atau ga. waktu itu pencairan tahap kedua kami sempat terpending karena menurut pihak bank, bangunan kami belum sampai di kondisi tahap kedua. untuk dasarnya apa aku kurang tahu juga. katanya waktu itu harus sampai naik bata dulu. untungnya kami memakai jasa pemborong. pembangunan tetap bisa jalan walaupun uang tersendat dari pihak bank. di pencairan tahap keempat, barulah kami diminta asli IMB yang akan ditahan juga oleh pihak bank sebagai jaminan. agak ribet memang tapi kami puas karena bangun sendiri jadi bisa mengakomodir kebutuhan. ya kalau keinginan mah bangun rumah segede istana lengkap dengan kolam dan tamannya. berhubung duitnya mentok (malah kurang) jadi seadanya dulu. yang penting ada tempat berteduh.

pemborong kami juga baik banget. sebelumnya tentu buat perjanjian dulu hitam di atas putih. tentang material dan lama pengerjaan. ditambah kompensasi kalau ada yang kurang atau rusak sana sini. alhamdulillah setelah hampir setahun rumahnya selesai dibangun, yang kami lihat hasilnya bagus. ga ada komplain sejauh ini. jadi ketemu pemborong baik ini jodoh-jodohan kan? nah resolusi tahun ini sih rumahnya pengen ditempati. abisnya tiap kesana, kami sedih. lihat rumahnya ga terurus. setelah lahiran mungkin akan segera pindah kesana. doakan aja semoga barokah di rumah #2. aamiin.



2 komentar:

  1. pindah vi...pindah....
    hahaha....nano-nano lah rasany kalo di rumah sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih doanya nyr. nunggu si adek launching dulu. hihi..

      Hapus