Pages

Rabu, 14 Mei 2014

i challenge myself (part 1)

Sejak berkeluarga, prioritas utamaku jelas sekali bergeser ya. Dulu jaman masih gadis, disuruh dinas kemana aja hayok. Mau berapa lamapun juga hayok. Sejak punya suami, dinas masih dilakoni tapi sering kepikiran mulu dengan suami. Nah apalagi udah punya anak, aku malah bener-bener menolak dinas.

Sebenarnya anak dan suami bukan halangan, cuma akunya yang lebih memilih untuk ga mau dinas. Apalagi kerjaanku kan di bagian umum yang notabene emang lebih banyak ngurusin intern kantor. Jadi kalau ada dinas pun, aku lebih memilih untuk ngerjain kerjaannya di kantor trus hasilnya ku email ke temen yang ada di lokasi. Hehe… win win solution kan ya?

Tapi lama-lama kok berasa juga jenuhnya. Kemaren-kemaren masih bisa disiasati dengan ikut tim penilaian. Ini salah satu pelampiasan yang menyenangkan. Walaupun capek, aku sangat menyukai penilaian (mungkin karena sesuai background? atau sekedar seneng karena bisa keluar kantor?entahlah). Ke lapangan, cek lokasi, ukur sana sini, cari data pembanding dan bikin laporan. Err..bagian bikin laporannya sih agak males juga.  Dan setelah laporan jadi, diuji di depan teman-teman sesama penilai. Lumayan banget bisa bikin kerjaanku yang “gitu-gitu” aja jadi sedikit berwarna.

Trus setelah itu mikir, abis ini apalagi? Actually, ngiler juga pengen lanjutin kuliah, ke LN klo perlu (mewujudkan cita-cita yang selama ini terpendam). Tapi, kendalanya banyak bok. Dan udah pasti ga bisa dilakukan sampai beberapa tahun ke depan (terima kasih ya PMK 148/2012). Oleh karena itu, ketika pagi ini ada tawaran untuk mengajar, aku langsung ngomong, “oke, saya coba”. Setelahnya langsung mules mikirin apa yang mau diajarin ini? Bahannya mana? Bikin bahan ajar dulu kan ya? Terus kalau mereka ga ngerti penjelasanku gimana? Yang diajarin tentang aplikasi lagi. Baguus.. ini nih akibat ngomong dulu baru mikir.


Hah..doakan aku berhasil ya. Semoga aja pesertanya ga boring dan bisa paham penjelasan dari mentor abal-abal ini. 

apakah aku akan menjadi mentor seperti ini? may be.. 

Kamis, 08 Mei 2014

Two Years

Dua tahun sudah dirimu menemani kehidupan kami, nak
Dua tahun juga dirimu memberikan banyak pelajaran berarti buat kami
Dua tahun dirimu menerima kami,
Orang tuamu yang bahkan tidak tahu apakah kami telah menjadi orang tua yang terbaik bagi dirimu?
Apakah kami telah memiliki cukup ilmu untuk membimbingmu?
Apakah kami telah membekali dirimu dengan semua kebajikan dan ilmu yang berguna ?
Dan orang tua yang bahkan terus menerus berdoa agar kami bisa menjadi panutan terbaik dalam hidupmu

Tahukah engkau anakku, di sore hari ketika ayah dan bunda pulang dari kantor
Dengan hati yang sedang kacau karena banyaknya hal-hal yang terjadi di luar harapan kami,
Ketika kami sampai di rumah, melihatmu menyambut kami dengan berlari dan bertepuk tangan,
Merentangkan tanganmu untuk meminta pelukan dan ciuman,
Di saat itu, hati kami langsung menghangat
Kebahagiaan yang engkau berikan bahkan membuat kami lupa kalau hari yang kami lewati begitu melelahkan

Ketika pagi hari, di saat kami harus berangkat ke kantor diiringi dengan senyumanmu, kepahamanmu atas kondisi kami yang harus meninggalkanmu,
Kami berterima kasih, anakku.
Ketika dirimu begitu kuat dan tegar sedari di dalam kandungan bahkan sampai saat ini,
Kami berterima kasih, sayang.

Kami berterima kasih karena engkau menjawab doa kami
Doa yang kami panjatkan dalam masa penantian kami menunggumu
Bunda masih mengingat doanya nak,
Ketika itu bunda terlalu merindukanmu,
Bunda tahu bahwa engkau senang berada di atas sana
Engkau mungkin takut untuk datang ke dunia yang kejam ini
Dunia yang memang fana ini, yang kesenangannya pun mungkin tidak bisa dibandingkan dengan setitik debu dibandingkan kesenangan berada bersama para malaikat di surga
Tetapi bunda dan ayah merindukanmu, nak
Merindukan kehadiranmu di sisi kami
Dan terima kasih karena engkau mau mendengar dan hadir disini
Kami berjanji untuk berusaha keras menjadi orang tua yang baik untukmu

Akan tetapi, kami tidaklah sepenuhnya benar
Ketika kami mulai kehilangan kesabaran,
Ketika kami melakukan hal yang salah,
Atau ketika kami sedang tidak bisa menjadi contoh yang patut untukmu
Tolong  maafkan kami, nak.
Satu yang harus selalu dirimu ingat, kami selalu menyayangimu.
Kami selalu mendoakan yang terbaik untukmu
Dan kami selalu berharap bahwa engkau, permata hati kami,
Dapat menjadi anak yang soleh, selalu sehat, cerdas dan berbahagia di setiap harimu.



We love you, son. So Much.